Uncategorized
OPINI: Jangan jadikan petani BANTEN sebagai budak di tanah JAWARA, Dalam Dunia Industrialisasi Agribisnis Dengan Pola – Pola Monopoli Ekslusif Yang Sangat Kapitalis
Penulis : Bangun Sutoyo, SE (Ketua Bidang Pertanian dan Peternakan) Lembaga B’RANTAS Provinsi Banten
Bangun Sutoyo, SE |
Banyaknya lahir perusahaan-perusahaan baru di Provinsi Banten tidak lepas dari begitu diminatinya letak geografis provinsi Banten sebagai sentra peternakan ayam broiler karena memiliki banyak sisi-si keunggulan seperti: jarak menuju kota besar seperti Jakarta tidak terlalu jauh, jarak kandang dan pabrik pakan dekat bahkan satu wilayah, ijin pembuatan kandang di propinsi ini terbilang cukup mudah, dan iklim udara yang cenderung stabil di banding daerah lain, begitu cepatnya perputaran uang di bisnis ini membuat para investor berlomba-lomba membuat perusahaan kemitraan, bahkan satu orang atau grup bisnis bisa mempunyai lebih dari satu perusahaan (BAM,BASF,BJF,HMB,TMB,TJMF,TJMR)
Sudah menjadi rahasia umum pula dikalangan peternak dan praktisi-praktisi peternakan banyaknya masalah-masalahyang ada di dalam lingkaran bisnis ini,seperti :penggelapan,kehilangan,kandang-kandang rubuh tanpa peternak bisa membangunnya. kembali,masalah-masalah diatas bisa digambarkan seperti mengkaji sebuah fenomena gunung es, yang Nampak di permukaan hanya sekitar 10%-20%,saja sedangkan 80%nya lebih permasalahan tidak pernah terlihat atau sekedar terdengar saja, ada baiknya kita mencoba mengkaji bagian-bagian masalah-masalah yang timbul dari lingkaran bisnis ayam broiler pola kemitraan di wilayah propinsi blBanten bahkan diduga mungkin terjadi di propinsi yang lainnya.
Dimulai dari pembagian atau distribusi keuntungan antara perusahaan inti dengan peternak plasma yangg jauh dari konsep “KEADILAN SOSIAL” pembagian keuntungan lebih banyak dinikmati oleh pihak inti membuat terbatasnya ruang gerak tumbuh peternak-peternak plasma pada umumnya, hal tersebut membuat banyak peternak frustasi dan mengambil jalan pintas dalam mempertahankan usaha dan kehidupannya, banyak terjadinya penjualan pakan, penjualan daging secara sepihak oleh peternak plasma,di sisi yang lain dan sangat berpotensi negative secara berkepanjangan adanya oknum-oknum ppl/ts (petugas peninjau lapangan/tehnical service) dengan sengaja dan sadar (memanipulasi)data performa hasil budidaya dilapangan sehingga secara langsung dan tidak langsung membuat merubah karakter peternak yang seharusnya memperbaiki dan focus membangun sistem management budidayanya tapi malah memprioritaskan untuk memainkan data-data performa yang dibantu dan didukung oleh oknum-oknum ppl tersebut,hal ini di perparah dengan motif perusahaan “profit oriented” (orientasi pada keuntungan) yang diterapkan perusahaan inti yang terlalu serakah dan membuat target tinggi kepada jajaran lapangan (ppl/ts) yang tidak didukung dari harga kontrak yang baik dan kualitas SAPRONAK (sarana produksi peternak) yang kurang berkualitas, hal ini secara tidak langsung mendorong peternak dan PPL bermain di tingkat bawah atau di kandang-kandang plasma. Hal ini secara langsung dan instan berakibat langsung terhadap keuntungan peternak tapi membuat data perusahaan rancu dan tidak sesuai dengan actual di lapangan hal ini pula membuat pihak perusahaan salah memprediksi total asset,omset,dan besar hutang-piutang periode berjalan dengan budaya yang dibangun tersebut seorang PPL menyajikan bentuk rekapan atau laporan hasil yang baik bahkan nyaris sempurna yang sangat jauh dengan kenyataanya.
Dengan budaya yang disebutkan diatas membuat managemen atas perusahaan inti terlena dengan laporan-laporan yang di sajikan membuat mereka terlalu yakin atas kebijakan-kebijakan yang mereka ambil, hal tersebut sangat memungkinkan pemimpin perusahaan mencoba menurunkan kualitas sapronak tentu dengan pertimbangan harga yang relatif lebih murah sehingga secara langsung mebuat atau memaksa ppl dan peternak tersebut memanipulasi data yang lebih besar lagi hal ini membuat hutang piutang antara pabrik pakan-inti-plasma semakin besar da sulit dibaca
Hal-hal diatas tadi secara tidak langsung membuat pola-pola kepalsuan yang akan terjadi terus menerus dan semakin massif,di sisi PPL mereka berorientasi pada populasi yang besar,perputaran yang cepat untuk menutupi permainan diatas sehingga mengkesampingkan kualitas performa. Di sisi lain para manager-manager regional (kepala unit) didesak dengan pola tersebut untuk menyetujui atau menghalalkan cara tersebut sehingga kurang secara system controling,monitoring dan filter perekrutan peternak-peternak yang baik,mengurangi prosedur terhadap penilaian sisi jaminan,dan membuat penentuan harga akhir yang rancu karena dikejar oleh perputaran yang cepat dan barang jadi kurang berkualitas hal ini diperparah dengan belum adanya regulasi yang mengatur atau membatasi kemitraan mejual produknya kepasar tradisional hal ini juga membuat peternak mandiri yang kecil sulit berkembang dikarenakan harus bersaing dengan supply barang yang jauh berbeda, hal ini pula di perparah dengan akses untuk membeli pakan langsung ke pabrik ditutup-tutupi pihak inti dengan mengandalkan nilai tawar penyerapan pakan mereka lebih besar,secara sistematis hal ini menimbulkan monopoli /kartel ekslusif yang sulit di rubah karena sudah membudidaya dan di halalkan dengan kapital-kapital tertentu tanpa memikirkan nasib peternak rakyat yang mempunyai hak tumbuh kembang yang sama.
Dari hal hal tersebut di atas sudah waktunya pemerintah melalui departemen-departermen terkait memantau regulasinya, perusahaan pakan,akademisi dan lembaga-lembaga terkait membentuk tim audit eksternal yang independen untuk merubah dan memperbaiki secara menyeluruh,para lembaga-lembaga masyarakat bisa memberikan pendampingan secara hukum dan teknis terhadap peternak mandiri kecil yang terkena dampaknya, semua akan berharap pola seperti ini tidak bisa di biarkan berlangsung lama,karena sangat merugikan petani-petani kecil secara psikologi,karakter,dan keuangannya. jangan pernah menjadikan petani sebagai budak di tanah JAWARA di dalam lingkup industrialisasi agribisnis dan pola-pola monopoli ekslusif yang sangat kapitalis.