Uncategorized
MEWASPADAI RADIKALISME DI TAHUN POLITIK
Seminar “Mewaspadai Radikalisme Di Tahun Politik” Di Ponpes Modern Al – Furqon Tegal Cabe – Cilegon, Selasa 30 Januari 2018 |
Oleh : Muhamad Yani Rizal
SBNews – Kota Cilegon | Berbicara tentang radikal saat ini, identik dengan Islam garis keras yang memaksakan kehendak terhadap pemahaman ajarannya, untuk diterima oleh golongan lain. Baik sesama Islam atau agama lain. Padahal jika berbicara radikalisme tidaklah identik dengan Islam. Hal tersebut terjadi pada lintas agama dan bangsa. Kebetulan saja saat ini Islam dipojokkan pihak tertentu, karena kepentingan politik dan ekonomi.
Radikalisme yang berasal dari bahasa inggris, radix yang artinya akar, adalah : pemahaman tentang suatu hal atau ideologi tertentu, secara comprehenship dan integral, untuk mencapai tujuan dengan menganggap pahamnya yang paling benar.
Irlandia Utara yang Khatolik, selalu berbuat teror terhadap Britania Raya yang Kristen Protestan (Anglikan), untuk menjadi negara merdeka.
Di Amerika Serikat sejak pembebasan budak oleh Presiden Abraham Lincoln, timbul Ku Kluk Klan yang membantai orang- orang kulit hitam dan berwarna lainnya. Karena menganggap ras kulit putih paling mulia.
Di Mesir pada era tahun 50 an berdiri organisasi Ikhwanul Muslimin yang didirikan oleh Hasan Al Bana dan Sayid Khutub. Awalnya hanya sebagai gerakan budaya, untuk mereposisi bangsa Arab kembali kepada jati dirinya. Belakangan organisasi tersebut menjadi gerakan politik radikal, untuk memaksakan paham khilafah.
TAHUN POLITIK
Tahun 2018 dan 2019, adalah sebagai tahun politik di negeri ini. Tahun 2018 adalah tahun dimana akan terselenggaranya pilkada serentak. Ada 171 daerah akan memilih para Kepala/Wk kepala daerah di 17 Prov dan 154 Kab/Kota.
Sedangkan 2019 bangsa ini akan melaksanakan Pileg dan Pilpres.
Pertanyaannya, apakah akan terjadi konflik horizontal yang menjurus pada radikalisme
terhadap momen tersebut ?
Tentu saja hal tersebut perlu kita kaji, dengan barometer budaya dan geo politik dan konstelasi politik yang ada.
IDEOLOGI PARPOL
Dari parpol- parpol yang ada saat ini, hanya PPP dan PBB yang berdasarkan Syariah Islam. Selebihnya nasionalis- religius. Kenyataannya PPP dan PBB berkoalisi dengan parpol- parpol nasionalis, untuk mengusung Paslon Kepala/ Wk Kepala Daerah pada Pilkada Serentak 2018. Fenomena tersebut tentu saja merepresentasikan tidak mengakarnya ideologi partai tersebut. Selain kecukupan kursi yang tidak memenuhi sarat, juga karena kepentingan jangka pendek.
Kalaupun ada friksi pada Pilkada Serentak 2018, hanya akibat provokasi dari pihak yang tidak legowo menerima kekalahan, dengan dugaan adanya kecurangan dari kandidat pesaing. Tetapi friksi tersebut bersifat temporer dan ad hoc. Bukan loyalis sejati dan radikal, sebagaimana radikalisme sesungguhnya.
RADIKAL ISSUE LOKAL
Dari pemaparan diatas, radikalisme, yang mengarah ke vandalisme dan anarkisme sebagai dampak issue nasional hampir dapat dipastikan tidak terjadi. Khususnya di Banten yang kental dengan kultur paternalistik, yaitu ketokohan para Ulama dan Jawara, yang diharapkan dapat meredam bibit konflik, untuk tidak timbulnya radikalisme.
Kalaupun terjadi konflik yang mengarah ke radikalisme adalah issue- issue yang bersifat lokal. Seperti tidak terserapnya lapangan kerja untuk putra daerah, pencemaran lingkungan hidup
, reklamasi dsb.
Kesimpulan tersebut diatas disampaikan oleh : Prof Dr Lili Romli (peneliti utama LIPI, Drs Makmun Muzaki (Politisi PPP) dan Ir. Agustiar Vidiansyah ( Ketua ICMI Banten) pada seminar yang di selenggarakan oleh “Banten Institute Research Development (BIRD)” yang di ketuai oleh Dr Boyke Pribadi dengan topik : “MEWASPADAI RADIKALISME DI TAHUN POLITIK” di Ponpes Modern Al-Furqon- Tegal Cabe-Cilegon, Selasa 30 Januari 2018.