Uncategorized
Dugaan Kriminalisasi Nelayan Oleh Korporasi Perampok Pulau
Esbenews.co.id Pulau Pari (21/01/2017)-Kriminalisasi nelayan terjadi dibeberapa wilayah kepulauan di indonesia. Salah satunya terjadi di pulau Pari Kepulauan seribu, wilayah yang sangat dekat dengan wilayah provinsi Banten dan ibukota Negara; DKI Jakarta.
Bpk Edi (65) nelayan kecil pulau pari dilaporkan ke kepolisian oleh PT Bumipari Raya dengan tuduhan melakukan penyerobotan lahan dan bangunan milik perusahaan.
Bpk Edi tidak melakukan penyerobotan atau pelanggaran lain terhadap lahan/bangunan pihak PT tersebut. Kenyataannya dilapangan adalah, bpk Edi melakukan renovasi terhadap rumah gubuknya menjadi rumah permanen. Hal ini dianggap pihak perusahaan sebgai pelanggaran. Padahal bpk Edi sudah menempati lahan tersebut sejak tahun 1999.
Sebagaimana dakwaan yang dilayangkan, bpk Edi dikenakan pasal 167 kuhp atas Laporan pihak Perusahaan kepada Kepolisian. Hal ini menjadi hambatan bpk Edi (nelayan) untuk melakukan aktivitas sehari2nya.
Setelah dilakukan penelusuran, LBH R Banten menemukan kasus yang hampir serupa. Bahwa beberapa penduduk pulau Pari mendapatkan tekanan yang sama ketika hendak melakukan renovasi rumahnya. Pihak perusahaan mengklaim bahwa wilayah pulau pari merupakan milik perusahaan dan setiap renovasi atau penambahan luas rumah harus sesuai ijin pihak PT.
Penduduk Pulau Pari lainnya sudah dilayangkan somasi, penyegelan, intimidasi melalui satpam perusahaan. Padahal sampai hari ini tidak pernah ada bangunan kantor perusahaan diwilayah pulau Pari.
Upaya kriminalisasi ini tetap berlanjut melalui upaya-upaya intiminasi lainnya. Bpk Sulaiman (36) ketua RW pulau Pari bahkan sudah menerima 6 kali somasi karena membela penduduk setempat yang merenovasi rumahnya sendiri.
Pihak PT terus melakukan upaya intimidasi material dengan membangun pagar diberbagai tempat dan mengintai rumah-rumah warga yang dianggap akan melakukan renovasi rumah.
Warga sempat meminta kepemilikan sah atas kepemilikan pulau pari, namun pihak perusahaan tidak pernah melakukan keterbukaan informasi. Bahkan memakai aparatus Negara seperti Lurah hingga bupati agar mendukung agenda-agenda perusahaan untuk menegaskan keberadaan perusahaan di Pulau pari yang baru dilakukan setahun belakangan (2015).
Kini, bersama LBH rakyat Banten, bpk Edi akan mengajukan Kasasi atas tuduhan pihak perusahaan yang mengklaim sebagai pemiliki Pulau Pari.
Melalui kriminalisasi yang dialami oleh bpk Edi, dapat dilacak bagaimana prilaku koorporasi yang hendak menguasai pulau-pulau di Indonesia. Gagalnya negara mendukung posisi hukum nelayan kecil seperti bpk Edi menunjukan bagaimana kondisi kemaritiman di Indonesia ke depan. Nelayan tidak lagi menjadi pemain inti atas roda ekonomoi dinegeri kepulauan ini.
Keberpihakan hukum terhadap bpk Edi akan menunjukan sejauh mana arti nelayan bagi Negara Indonesia dengan cita-cita kemaritiman ini. ( Red )