Berita hari ini
Alat Pemantau & Shelter Tidak Berpungsi
Pandeglang, SBNews.co.id – Akhir Tahun lalu 2018 Bencana Tsunami menghantam dua Provinsi antara Banten dan Lampung . Gelombang pasang air laut yang menerobos ke daratan di akibatkan longsornya lereng Gunung anak Krakatau menciptakan kengerian yang luar biasa.Ratusan nyawa orang-orang yang tidak sempat menyelamatkan diri jatuh dan tewas tertimpa reruntuhan puing-puing bangunan, batangan kayu serta terjangan ombak secara seketika dan Kekacauanpun terjadi dimana-mana.
Sementara Ribuan orang yang masih sempat keluar dari maut, mengungsi mencari selamat pada daratan yang lebih tinggi. Padahal jauh-jauh hari Pemerintah Provinsi Banten sudah melakukan antisipiasi dengan membangun sebuah shelter tempat berlindung dari bahaya Tsunami di area milik Dishubkominfo di jantung Kota Labuan.
Sayangnya Shelter yang di bangun dengan menghabiskan Anggaran Milyaran Rupiah itu sama sekali tidak di minati pengungsi lantaran di samping masih berada di dataran rendah juga terbatasnya fasilitas mulai dari MCK, penerangan, tempat berlindung serta sempitnya menaiki dari lantai satu ke lantai lainnya, konon khabarnya para pelaku pembuat Shelter itu di duga telah melakukan tindakan korupsi setelah di ketahui bahwa Shelter di bangun tidak sesuai dengan RAB.
Dilain pihak apa manfaat alat pemantau Tsunami atau Tsunami early Warning system yang juga di bangun di pinggiran pantai Desa Teluk Kec Labuan Kab Pandeglang, ternyata itupun tidak jauh berbeda.lantaran beberapa fasilitas yang khusus di fungsikan untuk memantau Tsunami sudah lama di preteli padahal jelas-jelas dari dinding Bangunan itu terpasang peringatan tertulis soal pencurian dan pengambilan barang milik Negara akan di kenakan sanksi baik soal uang maupun kurungan penjara.
Rst, salah satu Warga setempat mengakui kalau dirinya di suruh oleh Petugas BMKG beberapa Bulan lalu untuk mencopoti beberapa bagian alat pemantau Tsunami.
“Kala itu ada 8 orang petugas dari BMKG menyuruh Saya untuk mencopoti alat-alat Tsunami lalu di naikan pada mobil bak terbuka milik warga, sementara 8 Orang dari BMKG entah itu petugas atau pengawal mengikuti dari belakang dan Saya pun di kasih uang Rp 100.000 oleh salah satu dari Mereka,” tutur Rst polos dengan logat jawa cirebonan.
Di tempat yang sama Jmn rekan Rst, menimpali kalau memang alat itu ruksak atau akan di perbaiki atau akan di ganti kenapa sampai berbulan-bulan hingga Tsunami terjadi tidak ada khabar beritanya.
“Apalagi kalau kita memperhatikan alarm yang terpasang pada tower tidak jauh dari alat pemantau Tsunami biasanya setiap tanggal 26 Ia bersuara untuk memperingatkan agar Masyarakat jangan terlalu lengah, akan tetapi sudah beberapa Bulan ini sama sekali tidak bersuara. Kalau memang seperti itu buat apa di pasang buat apa di bangun, apakah tidak ada dana pemeliharaan atau sesuatu yang di sengaja,” keluh Jmn.
“Kami berharap, Lanju Jmn, pada Institusi terkait terutama para penegak Hukum agar segera mensikapi persoalan itu demi keselamatan dan kenyamnan Masyarakat banyak,dan initinya keluhan serta kendala Masyarakat terhadap alam jangan sampai di jadikan objek sebuah program yang ujung-ujungnya sama sekali tidak bermanfaat bahkan kemungkinan di akali agar kas Negara mencair untuk kepentingan segelintir orang,” pungkas Jmn. (Rus)