Berita hari ini
Terkait Polemik Sekda Ketua DPRD Banten Akan Menghadap Mendagri
Serang, siber.news – Jabatan Sekda Banten jadi gunjingan publik khusunya di Banten yang ramai diperbincangkan dan menjadi sorotan media lokal maupun nasional. Al Muktabar, Sekda Banten di masa pemerintahan Gubernur Wahidin Halim dan Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy setelah dirinya mengikuti seleksi terbuka dan mendapatkan rekomendasi dari Komisi Aparatur Sipil Negara (ASN) berdasarkan surat Nomor: B-923/KASN/3/2019 tanggal 20 Maret 2019, Al Muktabar dilantik sebagai Sekda Banten pada Senin, 27 Mei 2019 berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia Nomor 52/TPA Tahun 2019 tanggal 20 Mei 2019.
Polemik jabatan Sekda Banten yang dijabat Al Muktabar bermula pada saat dirinya mengajukan Permohonan Mutasi kepada Gubernur Banten pada bulan Agustus 2021 dan permohonan tersebut disetujui dan ditandatangan dalam surat oleh Gubernur pada Tanggal 24 Agustus 2021. Selain permohonan mutasi, Al Muktabar juga mengajukan permohonan cuti selama 15 hari. Permohonan mutasi dan cuti Al Muktabar tersebut ditafsirkan sebagai pengunduran diri oleh Gubernur Banten dan selanjutnya Gubernur menyampaikan usulan pemberhentian Al Muktabar dari jabatan Sekretaris Daerah Provinsi Banten kepada Presiden melalui Mendagri yang sampai saat ini belum jelas apakah presiden menyetujui usulan pemberhentian yang disampaikan oleh Gubernur Banten Wahidin Halim tersebut.
Gubernur Banten menunjuk Inspektur Provinsi Banten Muhtarom sebagai Plt Sekretaris Daerah yang tertuang dalam Keputusan Gubernur Banten Nomor 821.2/KEP.211BKD/ 2021, tentang pembebasan sementara dari jabatan Sekretaris Daerah Provinsi Banten. Masa jabatan Muhtarom sebagai Plt Sekretaris Daerah telah berakhir pada tanggal 24 November 2021 (selama 3 bulan).
Jika ternyata Al Muktabar hanya mengajukan permohonan Mutasi dan Cuti, serta tidak pernah mengajukan atau membuat surat mengundurkan diri, maka Gubernur Banten tidak bisa membuat keputusan untuk menunjuk Muhtarom sebagai Plt Sekda sebelum masa cuti berakhir.
Dengan adanya surat Keputusan Gubernur Nomor Nomor 821.2/KEP.211-BKD/ 2021, tentang pembebasan sementara dari jabatan Sekretaris Daerah Provinsi Banten dan telah menunjuk atau mengangkat PLT Sekretaris Daerah Provinsi Banten yang tentunya berdampak pada adanya sejumlah uang yang berasal dari APBD untuk membayar terkait jabatan sebagai Plt Sekda dan beberapa biaya lainnya serta konsekwensi terkait keuangan lainnya.
Terjadi beberapa kondisi dan permasalahan pada penyelenggaraan pemerintahan provinsi Banten setelah Gubernur menunjuk Inspektur Provinsi Banten Muhtarom sebagai Plt. Sekretaris Daerah, dan beberapa jabatan yang melekat seperti sebagai Aparat pengawasan Intern Pemerintah (APIP), Ketua Baperjakat, Ketua TAPD dan Komisaris BUMD. Beberapa waktu lalu, Muhtarom sebagai Plt. Sekda telah melantik beberapa pejabat di lingkungan pemerintah Provinsi Banten, pelantikan tersebut patut untuk menjadi pertanyaan, apakah Muhtarom memiliki kewenangan untuk melakukan pelantikan, sementara itu Al Muktabar masih sebagai Sekda Definitif dan apakah pejabat yang telah dilantik oleh Muhtarom sah secara hukum.
Hal ini dikatakan Ketua Presedium Koalisi Gerakan Monitoring Kebijakan Publik (GMKP) Nanang Sunarto di Serang Banten Rabu (22/12) pihaknya menyebut DPRD Provinsi Banten sebagai penyelengara negara dan sebagai lembaga legilatif seharusnya dapat lebih optimal melakukan fungsi pengawasan atas kebijakan dan keputusan Gubernur Banten tentang tentang pembebasan sementara Al Muktabar dari jabatan Sekretaris Daerah Provinsi Banten, dan pengangkatan Muhtarom sebagai PLT Sekretaris Daerah.
“dampak tata kelola pemerintahan yang amburadul, Tunjangan Kinerja (Tukin) ASN belum dibayar , bahkan ada isu Kas Daerah kosong, jangan sampai Banten punya hutang ditahun depan, jangan sampai DPRD jadi lembaga pembayar utang tahun depan yang gubernurnya habis masa jabatannya,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua DPRD Banten Andra Soni menuturkan bahwa pihaknya akan ke Kemendagri untuk mempertanyakan, sebab surat permohonan pindah, DPRD secara kelembagaan tidak pernah menerima.
“Saya sepakat bahwa unsur pemerintahan daerah itu adalah DPRD dan Gubernur, sehingga Gubernur perlu menjelaskan kepada DPRD permasalahannya seperti apa, ketika sudah ada klarifikasi dari berbagai pihak, kami akan membuat opini mana yang benar, karna secara resmi belum ada masyarakat yang menyampaikan langsung, DPRD tidak ingin menjadi bagian dari polemik, tapi DPRD ingin menjadi solusi dari berbagai polemik,” ungkapnya.
“Kita akan segera menindaklanjuti apa yang disampaikan oleh masyarakat,” tandasnya. (Red).
