Budaya
Andi Muhammad Oza Tagunu, Teringat Kisah Raja Idrus dan Ratu Markonah, Raja Ratu Palsu yang Berani Temui Presiden Soekarno
SIBER.NEWS | Pada masa Presiden Sukarno, ada kisah Markonah dan Raja Idrus. “Ya, Menarik memang. Tapi, ada apa dengan yang kali ini?” tutur Pangeran Parigi,
Awalnya, di mulai nun di tahun 1950-an saat muncul kehebohan nasional ketika ada sepasang suami-istri diterima Presiden Sukarno di Istana Negara. Orang itu adalah sejoli yang mengaku sebagai raja dan ratu dari Anak Dalam, Jambi: Raja Idrus dan Ratu Markonah. Dia berhasil masuk ke istana atas saran seorang pejabat agar Bung Karno berkenan menemuinya. Saran ini sangat muluk, yakni karena raja dan ratu ini punya kekuatan tertentu yang bisa membantu pembebasan Irian Barat.
Tentu saja Sukarno yang lagi punya obsesi mengusir Belanda di Irian Barat (Papua saat ini) menyambutnya dengan gembira. Media massa kala itu terkena euforia dan antusias menyambutnya. Dua koran kala itu, yakni Masa Marhaen dan Duta Masyarakat, memajang foto sang raja dan ratu bersama Bung Karno di halaman depan. Saran dari seorang pejabat terbukti. Di foto yang ada di koran itu dipasang keterangan: Raja Idrus dan Ratu Markonah akan membantu Indonesia membebaskan Irian Barat. Apalagi, foto itu menarik karena keduanya mengenakan kacamata hitam.
Laksana air bah, keterpesonaan kepada sosok Raja Idrus dan Ratu Markonah melimpah ruah. Pasangan ini menjadi pesohor baru dadakan. Para pejabat antusias menyalami. publik pun ikut terkesima. Apalagi sosok Ratu Markonah, lumayan cantik meski punya sedikit cacat di bagian mata.
Sosok pasangan ini laku keras bak pisang goreng. Jurnalis pun sibuk meliput dan publik di mana-mana mengajaknya berfoto.
Gosip pun menyebar. Ada berita dan desas-desus bahwa keduanya diberi uang saku lumayan besar, menginap gratis di hotel mewah, hingga makan free di restoran elite. Bahkan, dikabarkan mereka dijamu bukan hanya sehari dua hari saja, tapi sampai berpekan-pekan lamanya.
Celakanya, nasib mujur Raja Idrus dan Ratu Markonah kemudian terbongkar. Kala itu, kedua sejoli ini tengah asyik berpesiar dan shopping barang mewah dan cenderamata di sebuah pusat belanja di Jakarta. Tampaknya tanpa mereka sadari kini datang hari sial itu. Ini akibat ada seseorang yang mengenali sosoknya sebagai imbas mereka menjadi seorang pesohor dadakan. Kala itu, ada seorang tukang becak yang mengenali Raja Idrus di pasar. Ia katakan bahwa dia itu adalah temannya yang juga sama-sama penarik becak.
Celakanya lagi, apa yang dikatakan sang penarik becak soal asal-usul Raja Idrus terendus wartawan. Galibnya seorang jurnalis, dia mencoba menelusuri kebenaran itu. Alhasil, setelah mengurai kabar kusut, jejak Raja Idrus diketahui. Dia ternyata memang seorang tukang becak dan sang permaisurinya adalah seorang pelacur kelas teri. Dan si perempuan bukan dari suku Anak Dalam di Jambi, melainkan dari Tegal Jawa Tengah.
Nama Markonah ini kemudian abadi sebagai sosok peyorasi karena disandingkan dengan sebutan mengolok lelaki yang di masa kini kurang gaul dengan disebut “mukidi’. Selain itu, nama dan kisah Raja Idrus dan Ratu Markonah juga berjejak pada lagu penyanyi tersohor kala itu, Teti Kadi, yang bertajuk “Raja Idrus”.
Menurut Pangeran Andi Muhammad Oza Tagunu dari Kerajaan Parigi, Sulteng mengatakan: dari kisah prank Raja Idrus dan Markonah ini kita yang sedang berjuang menegakkan Marwah leluhur Nusantara melalui berbagai macam organisasi perkumpulan Raja Sultan harus harus bisa mengambil hikmah terdalam dari kisah Prank Raja Idrus dan Markonah.
“Kita tidak bisa bayangkan sekelas Istana Negara dengan berbagai sistem keamanannya bisa ditembus dengan mudah.”, Ucap Pangeran Parigi.
Sekarang ini telah banyak berdiri organisasi Perkumpulan Raja Sultan dengan tujuan Perjuangan yang sama di Bumi Nusantara NKRI. Dan berisi para YM Raja Sultan dan Pewaris.
Pangeran Parigi mengatakan, dari kisah di atas agar para Ormas Keraton/Raja Sultan/Masyarakat Adat, perlu lebih detail untuk verifikasi secara rapih yang sejarahnya sesuai refrensi & tercatat di ANRI / Perpustakaan Nasional ataupun silsilah kerajaan harus ada sesuai kategori antara pewaris atau Penerus dan bisa dipertanggung jawabkan, jangan karena tampilan, kedudukan jabatan di kepemerintahan di persilahkan masuk dengan ukuran saling percaya saja. Hal tersebut tidak di benarkan.
Kita harus sama-sama memperhatikan dan mulai kita kawal bersama-sama agar negeri ini Khusunya Generasi Muda bangsa tercerahkan dengan adil dan sebaik baiknya dalam rangka menjaga marwah dan kemurnian perjuangan dan harkat martabat Keluarga ex Kerajaan Kesultanan Nusantara dalam Bingkai NKRI.
Alhamdulillah hingga kini masih terjaga adat istiadatnya seperti, penobatan Raja, sukuran adat dan ritual-ritual keagamaan di sebuah keraton dsb yang masih di pimpin olah seorang raja dan Sultan dalam konteks pelestarian adat dan budaya dan masyarakat di daerah masing-masing.
Para Raja dan Sultan yang sekarang menjaga adat istiadat kraton sangat menjunjung tinggi nilai-nilai budaya keraton dan menaati sebuah aturan / adat itu sendiri, seperti misalnya, di Kerajaan Parigi Sulteng, Kesultanan Ternate, Kesultanan Cirebon, Kesultanan Buton, dst.
Jika di hitung dengan cermat ada 300 kerajaan Kesultanan di Nusantara yang berada dalam bingkai NKRI” Tandas Pangeran Andi Muhammad Oza Tagunu. (Guh).
