Korupsi
LSM KPMP Depok Desak BPK RI Usut Soal Kelebihan Bayar Pembangunan RSUD Wilayah Timur
SIBER.NEWS, DEPOK | Komando Pejuang Merah Putih (KPMP) Markas Cabang (Marcab) Depok resmi mengirimkan surat kepada Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI).
Surat yang dilayangkan oleh KPMP Kota Depok itu berkaitan dengan adanya Dugaan Penyalahgunaan Penganggaran Belanja Modal Pelaksanaan Pembangunan RSUD Wilayah Timur Kota Depok Tahun Anggaran 2020 dan 2021.
Pada Senin 10 April 2023 di Wilayah Cimanggis, Depok jawa barat, kepada siber news ketua tim analisa KPMP Kota Depok, Murtada Sinuraya menyampaikan bahwa berdasarkan data laporan pertanggung jawaban pelaksanaan APBD Tahun 2020 dan 2021 menduga adanya kelebihan bayar yang di taksir senilai 15,4 Miliar Rupiah pada pembangunan RSUD Kota Depok yang memakai anggaran tahun 2020 dan 2021.
Pengaanggaran pada pembangunan RSUD Wilayah Timur Kota Depok, Sinuraya juga menduga bahwa hal itu telah melanggar hukum tentang prinsip belanja tahun jamak yang mengacu pada pasal 89 sampai dengan pasal 92 peraturan pemerintah nomor 12 tahun 2019.
“Dimana penyedia atau pelaksana pembangunannya adalah salah satu perusahaan BUMN, yaitu PT. BA dari telaahan uji petik hasil temuan ada kelebihan pembayaran, jadi oleh karena itu diminta dan diharapkan BPK RI ikut campur tangan untuk melakukan Audit Tujuan Tertentu tentang Pembangunan RSUD Wilayah Timur Tahun Anggaran 2020 Dan 2021,” ungkap Sinuraya.
Tak hanya itu, ketua tim analisa Komando Pejuang Merah Putih Kota Depok, Murtada Sinuraya juga mempertanyakan soal temuan KPMP tentang Anggaran Biaya Penunjang Operasional Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah.
Hal yang janggal dikatakan Sinuraya yaitu soal nomenklatur Liputan Kegiatan Kepala Daerah Wakil Kepala Daerah Dan Sosialisasi Kebijakan Publik yang menurutnya sangat perlu dipertanyakan. pasalnya, pada nomenklatur tersebut terdapat dua kegiatan yang sama dan memakan anggaran yang cukup pantastis. seperti anggaran protokoler yang memakai anggaran hingga 1 Miliar Rupiah, Dokumentasi Liputan Kegiatan Kepala Daerah Wakil Kepala Daerah yang memakai anggaran senilai 617 Juta Rupiah seta Sosialisasi Kebijakan Publik dengan nilai 394 Juta Rupiah. Hal tersebut kata Sinuraya sangat tidak efisien.
“Ada hal yang ganjil, pertama nomenklatur yang ganjil yang perlu dipertanyakan adalah tentang Liputan Kegiatan Kepala Daerah Wakil Kepala Daerah Dan Sosialisasi Kebijakan Publik. Jadi ada Dua Nomenklatur (dua kegiatan) dan angkanya sangat pantastik. Untuk protokoler nilainya 1 Miliar lebih, kemudian yang kedua Dokumentasi Liputan Kegiatan Kepala Daerah Wakil Kepala Daerah 617 Juta, dan yang ke tiga Sosialisasi Kebijakan Publik 394 Juta,” jelasnya
Disamping itu, Sinuraya yang juga merupakan dosen di beberapa perguruan tinggi itu menyinggung soal perubahan nomenklatur Penyediaan Sewa Rumah Dinas Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah.
Menurutnya, berdasarkan data yang dihimpun oleh tim analisa KPMP Kota Depok bahwa terdapat adanya biaya Penyediaan Sewa Rumah Dinas Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Sejak Tahun 2016 hingga 2021. Namun, pada tahun 2021 nomenklatur tersebut dirubah menjadi Penyediaan Kebutuhan Rumah Tangga Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah, yang Nilainya mencapai 402 Juta Rupiah.
“Rumah sewa itu terdaftar di data KPMP itu dari 2016 hingga 2021. dan 2021 bukan sewa rumah, dirubah menjadi nomenklaturnya adalah Penyediaan Kebutuhan Rumah Tangga Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah, Nilainya 402 Juta,”
“Dan dalam kesempatan ini sudah kita siapkan konsep surat untuk kita kirim ke BPK RI. Dalam hal ini meminta BPK RI untuk melakukan Audit Tujuan Tertentu,” tandasnya
Lebih lanjut, sinuraya menjelaskan bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 109 telah mengatur tentang Biaya Operasional Kepala Daerah dan Jelas Disebutkan Ada Batasan-Batasan Tertentu. Kepada sejumlah awak media sinuraya menyampaikan bahwa ia berharap agar Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia untuk melakukan Audit Tujuan Tertentu di Kota Depok. Sebab kata dia kuat dugaan bahwa walikota depok menyewakan rumah pribadinya sebagai rumah kedinasan. Sedangkan hal tersebut bertentangan dengan peraturan pemerintah.
“Berarti penyalahgunaan, penyalahgunaan uang negara. Terutama untuk belanja operasional kepala daerah dan wakil kepala daerah ini ya harus di audit. Seperti sewa rumah perlu di pertanyakan juga itu rumah siapa dan bayar ke siapa dan milik siapa kan itu perlu di audit. Dan itu ada yang mengatur PP 109 Tahun 2000 mengatur tentang Biaya Operasional Kepala Daerah, Jelas Disana Disebutkan Ada Batasan-Batasan Tertentu.”pungkasnya. (TGH).
