Ketum PPWI : Prihatin Terhadap Hakim Yang Melarang Wartawan Meliput Dalam Persidangan
Siber, Banten– Peristiwa pelarangan pengambilan video di persidangan oleh Hakim Erwantoni, Ketua Umum (Ketum) Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Wilson Lalengke mengatakan, bahwa dirinya sangat prihatin dengan perilaku hakim tersebut, karena bisa menjadi preseden buruk bagi demokrasi Indonesia saat ini dan ke depannya.
Menurutnya, demokrasi itu menuntut keterbukaan, transparansi, dan kejujuran dalam semua aspek. Salah satu pilar utama demokrasi adalah wartawan, yang diberi tugas dan tanggung jawab untuk melakukan pengumpulan dan penyebaran informasi.
“Kalau dilarang-larang begitu, bagaimana mungkin wartawan dapat mengumpulkan informasi secara detail, lengkap dan komprehensif Padahal, salah satu alat bukti dari sebuah fakta adalah hasil rekaman, baik rekaman suara, foto maupun video,” tegas Wilson Alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu, kepada Wartawan Selasa, (5/1/2021).
Lebih lanjut Wilson menegaskan, setelah membaca dan menelaah isi Perma Nomor 5 tahun 2020, ternyata Hakim Erwantoni itu yang tidak teliti dan terkesan asal bunyi. Hakim itu sangat perlu memahami dengan benar setiap kata, frasa, dan kalimat yang digunakan dalam sebuah peraturan, terutama Perma Nomor 5 tahun 2020.
Wilson menjelaskan, bahwa Perma tersebut tidak melarang wartawan melakukan peliputan, termasuk mengambil video atau gambar bergerak, di dalam persidangan. Berdasarkan Pasal 4 ayat (6) Perma Nomor 5 tahun 2020, jelas dikatakan bahwa Pengambilan foto, rekaman audio dan/atau rekaman audio visual harus seizin Hakim/Ketua Majelis Hakim yang bersangkutan yang dilakukan sebelum dimulainya Persidangan.
“Dalam ayat pada pasal tersebut, sangat jelas terlihat bahwa rekaman audio dan/atau rekaman audio visual dapat dilakukan atas seizin hakim atau ketua majelis hakim. Mungkin Hakim Erwantoni itu tidak paham maksud frasa audio visual atau ungkapan lain dari vide,’ Jelasnya.
Lebih lanjut Wilson menjelaskan, Hakim yang memimpin sidang juga harus punya alasan yang jelas dan kuat untuk tidak mengizinkan wartawan melakukan pengambilan foto, rekaman, audio dan/atau rekaman audio visual (video – Dalam ayat selanjutnya (ayat 7) d HH Ule mm Kokoari Pasal 4 Perma tersebut disebutkan bahwa pengambilan foto, rekaman audio dan/atau rekaman audio visual sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak dapat dilakukan dalam Persidangan tertutup untuk umum.
hakim tidak akan memberikan izin kepada wartawan untuk mengambil foto, rekaman audio dan/atau rekaman audio visual jika persidangan itu dinyatakan tertutup (5).
Untuk diketahui bahwa pada Pasal 2 Perma Nomor 5 tahun 2020 dituliskan bahwa ‘Semua sidang pemeriksaan Pengadilan bersifat terbuka untuk umum, kecuali Undang-Undang menentukan lain.
Berdasarkan ketentuan itu maka hampir semua persidangan harus dinyatakan terbuka dan bisa diliput menggunakan peralatan foto, perekam suara dan kamera video. Sebagaimana lazimnya, hanya persidangan kasus yang terkait asusila dan persidangan anak saja yang biasanya dinyatakan tertutup untuk umum.(Humas/Saeful/Redaksi)
Editor : Didi