Berita hari ini
Berpotensi Ada Peyimpangan BPNT Sekda Kota Cilegon Enggan Dikonfirmasi Media
Cilegon – siber.news | Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) atau lebih dikenali masyarakat di kota Cilegon dengan nama bantuan sembako, yang dinilai belum maksimal, sehingga berpotensi terjadi dugaan perbuatan melanggar hukum, pasalnya semua bantuan pemerintah untuk masyarakata selalu dibekali dengan Pedoman Umum (PEDUM) dan Petunjuk Pelaksanaan (JUKLAK) serta Petunjuk Teknis (JUKNIS).
Keterbukaan informasi masih jadi sebuah tantangan hingga perlu dibenahi oleh para pejabat sebagai pemangku kebijakan dan kepentingan di lingkungan Pemerintah kota Cilegon.
Sehingga kesulitan yang dialami awak media dalam upaya mendapatkan informasi yang berkembang dimasyarakat melalui konfirmasi ke narasumber.
Sangat disayangkan pejabat berwenang saat dimintai keterangan memilih bungkam atau penolakan bahkan berpotensi mengabaikan.
Padahal, hal ini merupakan tahapan dan proses jurnalistik sebelum informasi itu dikemas dalam bentuk berita yang akan disajikan untuk masyarakat luas.
Acap kali Sekretaris Daerah kota Cilegon Maman Mauludin, saat dikonfirmasi berkaitan dengan wewenangnya sebagai Ketua Tim Kordinasi dalam program BPNT atau sembako ini enggan berkomentar.
Dihubungi melalui phone cell pun untuk meminta janji untuk bisa wawancara khusus tidak menjawabnya, sejatinya jika pejabat sekelas dengan orang nomor satu di jajaran PNS kota Cilegon ini memang banyak kesibukan maka idealnya membuat janji terlebih dahulu.
Menanggapi hal ini, Harri Widiarsa Asisten Muda Ombudsman RI Perwakilan Banten kepada siber.news Selasa (13/7) menyatakan, UU no. 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik sudah diatur penyelenggara memiliki hak sebagaimana Pasal 14 UU No. 25 tahun 2009 :
a. Memberikan pelayanan tanpa dihambat oleh pihak lainnyang bukan diberikan.
b. Melakukan kerja sama.
c. Memiliki anggaran pembiayaan penyelenggaraan pelayananan publik.
d. Melakukan pembelaan terhadap pengaduan dan tuntutan yang tidak sesuai dengan kenyataan dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
e. Menolak permintaan pelayanan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 15 menyatakan kewajiban kewajiban :
a. Mengharapkan dan menetapkan standar pelayanan
b. Mengupayakan, menetapkan, dan menerbitkan maklumat pelayanan.
c. Menempatkan pelaksana yang kompeten.
d. Penyediaan sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik yang mendukung terciptanya iklim pelayanan yang memadai.
e. Memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas penyelenggaraan pelayanan public..
f. Melaksanakan pelayanan sesuai dengan standar Berpartisipasi aktif dan mematuhi peraturan perundang-undangan terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik.
g. Memberikan pertanggungjawaban terhadap pelayanan yang diselenggarakan.
H. Membantu masyarakat dalam memahami hak dan tanggung jawab dalam pengelolaan organisasi penyelenggara pelayanan publik.
i. Memberikan pertanggungjawaban sesuai dengan hukum yang berlaku jika mengumumkan diri atau melepaskan tanggung jawab atas posisi atau jabatan.
J. Memenuhi panggilan atau mewakili organisasi untuk hadir atau melaksanakan perintah suatu tindakan hukum atas pejabat yang berwenang dari lembaga negara atau instansi pemerintah yang berhak, kantor, dan sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
“Dari sudut Ombudsman RI Perwakilan Banten, Jika bantuan sosial merupakan pelayanan publik, artinya Sekda selaku pembina harus memenuhi pasal 15 , terutama huruf e, f, g, informasi yang dibutuhkan oleh jurnalis masuk kategori informasi yang serta-merta jika menyangkut kepentingan umum,” ungkapnya.
Ia menambahkan jika para pelaku jurnalis atau masyarakat untuk mengadukan akibat dari perbuatan para pemangku kepentingan pemerintahan yang tidak mengindahkan UU no 25 th 2009, bisa melaporkan pejabat tersebut kepada atasannya, namun jika tidak ada tanggapan sesuai dengan mekanisme bisa melaporkan pada Ombudsman RI, ujar Asisten Muda Ombudsman RI Perwakilan Banten. (dd_siber)
